Pengertian Perikanan dan Sejarah Munculnya Perikanan di Indonesia

Pengertian Perikanan dan Sejarah Munculnya Perikanan di Indonesia

Pengertian Perikanan dan Sejarah Munculnya Perikanan di Indonesia-Pada kesempatan kali ini anaktani7 akan berbagi mengenai Pengertian Perikanan dan Sejarah Munculnya Perikanan di Indonesia. semoga teori yang saya bagikan ini, dapat berguna dan bermanfaat untuk kalian semuanya. selamat belajar mengenai Perikanan.

A. Pengertian Perikanan
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[1] Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.

B. Pengertian Perikanan Menurut Pakar
  1. Pengertian Perikanan Menurut UU Nomor 45 Tahun 2009, Perikanan adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan proses pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
  2. Menurut Lackey, Pengertian Perikanan adalah suatu sistem yang terdiri dari tiga komponen, yaitu biota perairan, habitat biota dan manusia sebagai pengguna sumber daya tersebut. Dari komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi performa perikanan.
  3. Pengertian Perikanan secara umum dalam Merriam-Webster Dictionary, Perikanan ialah kegiatan, industri atau musim pemanenan ikan atau hewan laut lainnya. Pengertian perikanan yang hampir sama juga ditemukan di Encyclopedia Brittanica, Perikanan adalah pemanenan ikan, kerang-kerangan (shellfish) dan mamalia laut.
  4. Pengertian Perikanan menurut Hempel dan Pauly, Perikanan adalah kegiatan eksploitasi sumber daya hayati dari laut. Pengertian perikanan yang diungkapkan oleh Hempel dan Pauly ini membatasi pada perikanan laut, karena perikanan memang semua berasal dari kegiatan hunting (berburu) yang harus dibedakan dari kegiatan farming seperti budi daya
  5. Menurut Lacket perikanan dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa sifat antara lain :(1) Perikanan berdasarkan jenis lingkungan. Contohnya : perikanan air tawar, laut, danau, sungai dan bendungan.(2) Perikanan berdasarkan metode pemanenan. Contohnya : perikanan trawl, dipnet, purse seine dan lain sebagainya.(3) Perikanan berdasarkan jenis akses yang diizinkan. Contohnya : perikanan akses terbuka, perikanan akses terbuka dengan regulasi dan perikanan dengan akses terbatas.(4) Perikanan berdasarkan concern organisme. Cotohnya : perikanan salmon, udang, kepiting, tuna.(5) Perikanan berdasarkan tujuan penangkapan. Contohnya : perikanan komersial, subsisten, perikanan rekreasi.(6) Perikanan berdasarkan derajat kealaman dari hewan target : total dari alam, semi budi daya atau total budi daya. 
C. Sejarah Perikanan Di Indonesia

1. Masa Penjajahan Hingga Awal kemerdekaan
Sejak akhir 1800an perikanan telah berorientasi pada pasar yang ditandai dengan pertumbuhan spektakuler usaha pengolahan dan pemasaran ikan. Bahkan, pada awal abad ke-20 Kota Bagan Si Api Api di mulut Sungai Rokan telah menjadi salah satu pelabuhan perikanan terpenting di dunia dengan kegiatan utama ekspor perikanan. Jawa dengan populasi 1/4 dari total penduduk Asia Tenggara pada tahun 1850 telah menjadi pasar terpenting produk perikanan khususnya ikan kering (asin) dan terasi .

Merujuk pada data van der Eng, kontribusi perikanan terhadap total PDB pada tahun 1880 dan 1890 mencapai di atas 2% atau tertinggi yang pernah dicapai perikanan dari seluruh periode antara 1880-2002.

Pasang-surut perikanan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah, permasalahan ketersediaan sumberdaya, ekologi, ekonomi dan sosial. Kebijakan monopoli garam oleh pemerintah dengan meningkatkan biaya sewa dari f6.000 pada tahun 1904 menjadi f32,000 di tahun 1910 menghasilkan stagnasi dan penurunan peran industri perikanan yang ditunjukkan oleh penurunan ekspor dari 25.900 ton ikan kering di tahun 1904 menjadi 20.000 ton di tahun 1910. Tahun 1912 perikanan Bagan Si Api-Api telah mengalami kemunduran berarti. Hal yang serupa dan permasalahan pajak dan kredit juga terjadi di Jawa dan Madura. Permasalahan ekologi seperti ekstraksi bakau dan pendangkalan perairan, serta menurunnya sumberdaya ikan muncul dan mendorong perikanan bergerak lebih jauh dari pantai.

Pertumbuhan industri perikanan periode 1870an sampai 1930an oleh Butcher disebut sebagai menangkap ikan lebih banyak dengan teknologi yang sama. Periode ini diikuti oleh perubahan teknologi dan perluasan daerah penangkapan sebagai akibat modernisasi perikanan dan semakin langkanya ikan di daerah pinggir (1890an-1930an). Peran nelayan Jepang dalam hal ini patut dicatat karena mereka masuk ke Indonesia dengan profesi salah satunya sebagai nelayan. Butcher menilai nelayan-nelayan ini datang dengan dukungan subsidi pemerintahan Meiji yang sedang giat menggalakan industrialisasi. Teknologi perikanan yang lebih maju membuat nelayan Jepang mendapat keuntungan yang lebih besar dari eksploitasi sumberdaya ikan.

2. Penjajahan Belanda
Periode 1850-1966 adalah periode pelembagaan institusi-institusi yang menangani urusan masyarakat bagi pemapanan penjajahan Belanda atas negeri Indonesia. Begitu pula halnya dengan urusan-urusan masyarakat pantai yang menyandarkan kegiatan ekonomi pada bidang kelautan. Pengembangan kelautan dimulai pada 1911 dengan dibentuknya Bugerlijk Openbare Werken yang berubah menjadi Departemen Verkeer en Waterstaat pada 1931. Kurun waktu hingga kemerdekaan tercapai, merupakan fase pasang surut pertumbuhan organisasi kelautan dalam struktur pemerintahan kolonial maupun Republik Indonesia merdeka. Unit-unit warisan kolonial Belanda inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan kementerian yang mengelola aspek kelautan di masa sekarang.

Lembaga yang menangani kegiatan-kegiatan perikanan semasa pemerintahan kolonial Belanda masih berada dalam lingkup Departemen van Landbouw, Nijverheid en handel yang kemudian berubah menjadi Departemen van Ekonomische Zaken. Kegiatan-kegiatan perikanan masa itu digolongkan sebagai kegiatan pertanian. Meski demikian, terdapat suatu organisasi khusus yang mengurusi kegiatan perikanan laut di bawah Departemen van Ekonomische Zaken. Organisasi tersebut adalah Onderafdeling Zee Visserij dari Afdeling Cooperatie en Binnenlandsche Handel. Sedangkan untuk menyediakan kegiatan penelitian dan pengembangan perikanan laut terdapat suatu institut penelitian pemerintah kolonial yang bernama Institut voor de Zee Visserij. Pada masa ini juga telah ditetapkan UU Ordonansi tentang batas laut Hindia Belanda melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, yang menetapkan bahwa lebar laut wilayah Hindia Belanda ditetapkan pada masing-masing pulau sampai sejauh 3 mil.

3. Penjajahan Jepang

Semasa pendudukan Jepang 1942-1945, Departemen van Ekonomische Zaken berubah nama menjadi Gunseikanbu Sangyogu. Fungsi dan tugas departemen ini tidak berubah dari fungsinya di zaman kolonial. Begitu pula halnya dengan lembaga penelitian dan pengembangan, meski berubah nama menjadi Kaiyoo Gyogyo Kenkyuzo dan berpusat di Jakarta tidak mengalami perubahan fungsi. Bahkan, UU tentang batas laut pun tidak mengalami perubahan. Namun yang perlu dicatat justru adalah pada masa pendudukan Jepang ini terjadi perluasan lembaga-lembaga perikanan pemerintah. Pada masa ini, di daerah-daerah dibentuk jawatan penerangan perikanan yang disebut Suisan Shidozo. Di samping itu, pada masa ini terjadi penyatuan perikanan darat dengan perikanan laut, walaupun tetap dimasukkan dalam kegiatan pertanian.

4. Masa awal Kemerdekaan sampai Orde Lama
Setelah proklamasi kemerdekaan nasional, pada kabinet presidensial pertama, pemerintah membentuk Kementrian Kemakmuran Rakyat dengan menterinya Mr. Syafruddin Prawiranegara. Pada kementerian ini dibentuk Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Semenjak kabiner pertama terbentuk pada 2 September 1945 hingga terbentuknya kabinet parlementer ketiga pada 3 Juli 1947, Jawatan Perikanan tetap berada di bawah Koordinator Pertanian, di samping Koordinator Perdagangan dan Koordinator Perindustrian dalam Kementrian Kemakmuran Rakyat. Meskipun kemudian Kementrian Kemakmuran Rakyat mengalami perubahan struktur organisasi akibat agresi militer Belanda I dan II serta perpindahan ibukota negara ke Yogyakarta, jawatan perikanan tetap menjadi subordinat pertanian. Pada masa itu, tepatnya 1 Januari 1948, Kementrian Kemakmuran Rakyat mengalami restrukturisasi dengan menghapus koordinator-koordinator. Sebagai gantinya, ditunjuk lima pegawai tinggi di bawah menteri, yakni Pegawai Tinggi Urusan Perdagangan, Urusan Pertanian dan Kehewanan, Urusan Perkebunan dan Kehutanan, serta Urusan Pendidikan. Jawatan Perikanan menjadi bagian dari Urusan Pertanian dan Kehewanan.

Pada masa pengakuan Kedaulatan RI 27 Desember 1949, Kementrian Kemakmuran Rakyat kemudian dipecah menjadi dua kementerian, yaitu Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan dan Perindustrian. Pada masa itulah Jawatan Perikanan masuk ke dalam Kementrian Pertanian. Kementrian Pertanian pada 17 Maret 1951 mengalami perubahan susunan, yakni penunjukkan 3 koordinator yang menangani masalah Pertanian, Perkebunan dan Kehewanan. Di bawah Koordinator Pertanian, dibentuk Jawatan Pertanian Rakyat. Jawatan Perikanan pada masa itu telah berkembang menjadi Jawatan Perikanan Laut, Kantor Perikanan Darat, Balai Penyelidikan Perikanan Darat, dan Yayasan Perikanan Laut. Kesemua jawatan tersebut berada di bawah Jawatan Pertanian Rakyat. Struktur ini tidak bertahan lama. Pada 9 April 1957, susunan Kementrian Pertanian mengalami perubahan lagi dengan dibentuknya Direktorat Perikanan dan di bawah direktorat tersebut jawatan-jawatan perikanan dikoordinasikan.

Jatuh bangunnya kabinet semasa pemerintahan parlementer mengakibatkan Presiden Soekarno menganggap bahwa sistem parlementer tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pada 5 Juli 1957, presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali pada UUD 1945. Istilah kementerian pada masa sebelum dekrit berubah menjadi departemen dan posisi istilah direktorat kembali menjadi jawatan. Pada 1962, terjadi penggabungan Departemen Pertanian dan Departemen Agraria dan istilah direktorat digunakan kembali. Pada masa kabinet presidensial paska dekrit, Direktorat Perikanan telah mengalami perkembangan menjadi beberapa jawatan, yakni Jawatan Perikanan Darat, Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Lembaga Penelitian Perikanan Darat, Lembaga Pendidikan Usaha Perikanan dan BPU Perikani.

Kondisi politik dan keamanan yang belum stabil mengakibatkan pemerintah merombak kembali susunan kabinet dan terbentuklah KABINET DWIKORA pada 1964. Pada Kabinet Dwikora ini, Departemen Pertanian mengalami dekonstruksi menjadi 5 buah departemen dan pada kabinet ini terbentuk Departemen Perikanan Darat/Laut di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria. Pembentukan Departemen Perikanan Darat/Laut merupakan respon pemerintah atas hasil Musyawarah Nelayan I yang menghasilkan rekomendasi perlunya departemen khusus yang menangani pemikiran dan pengurusan usaha meningkatkan pembangunan perikanan. Melalui pembentukan Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, Departemen Perikanan Darat/Laut tidak lagi di bawah Kompartemen Pertanian dan Agraria melainkan mengalami reposisi dan bernaung di bawah Kompartemen Maritim. Di bawah Kompartemen baru, departemen tersebut mengalami perubahan nama menjadi Departemen Perikanan dan Pengelolaan Kekayaan Laut. Keadaan ini tidak berlangsung lama, pada 1965 terjadi pemberontakan Gerakan 30 September dan Kabinet Dwikora diganti dengan Kabinet Ampera I pada 1966.

5. ORDE BARU : Terabaikan dan Dualisme Ekonomi Perikanan

Hill dalam studinya tentang ekonomi Indonesia sejak 1966 mencatat berbagai keberhasilan orde baru seperti kemampuan memanfaatkan harga minyak yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang berlanjut, perbaikan pendidikan, kesehatan dan gizi, selain beberapa catatan tantangan bagi masa depan.

Produksi perikanan meningkat dari 721 ribu ton pada tahun 1966 menjadi 1,923 ribu ton pada 1986. Produksi ikan meningkat menjadi 3.724 ribu ton tahun 1998. Setelah mengalami pertumbuhan negatif dalam periode peralihan (1966-1967), laju pertumbuhan produksi perikanan meningkat dari 3,5% (1968-1973) menjadi 5,3% per tahun (1974-1978). Periode berikutnya pertumbuhan produksi perikanan cenderung menurun. Produktivitas perikanan dalam era ini walaupun tumbuh dengan laju yang berfluktuasi (khususnya kapal), secara nomimal meningkat dari rata-rata 4,3 ton/kapal periode 1974-1978 menjadi 8,4 ton per kapal periode 1994-1998.

Motorisasi perikanan merupakan salah satu penyebab peningkatan produksi sektor ini. Tahun 1966 motorisasi hanya meliputi 1.4% dari total armada perikanan sebanyak 239.900 unit, menjadi 5,8% pada tahun 1975, dan mencapai 16% dari total armada pada tahun 1980. Pada tahun 1998 armada perikanan bermotor telah mencapai 45,8% dari total sebanyak 412.702 unit, namun data tahun ini menunjukkan hanya 21% berupa kapal motor (“inboard motor”), dan bagian terbesar adalah perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Dengan demikian, basis perikanan masih dominan di wilayah pantai.

Konflik antara perikanan skala besar dan skala kecil mewarnai sejarah perikanan laut orde baru sebagai akibat dualisme struktur perikanan. Dualisme perikanan ditunjukkan oleh Bailey pada dua kasus penting yaitu introduksi trawl dan purse seine dan pengembangan budidaya udang. Kasus trawl menguatkan tesis Hardin tentang tragedi sumberdaya kepemilikan bersama. Ketika nelayan skala kecil dengan produktivitas rendah (1,4-6,7 ton/unit alat) semakin tersingkirkan oleh nelayan skala besar (trawl dan purse seine) dengan produktivitas masing-masing mencapai 70,4 ton/unit dan 38 ton/unit di tahun 1980, respon nelayan skala kecil adalah melawan dengan berbagai cara termasuk menggunakan bom molotov. Kondisi ini yang mendorong pemerintah melarang penggunaan trawl secara bertahap melalui Keppres 39/1980 yang diikuti Inpress 11/1982 dan SK Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang penghapusan jaring trawl di seluruh perairan Indonesia terhitung mulai 1 Januari 1983.

REFORMASI : Harapan menjadi “Prime Mover”

Struktur perikanan laut di era terakhir ini juga belum banyak bergeser dimana perikanan skala kecil masih dominan yang ditunjukkan oleh 75% armada perikanan adalah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel. Produksi perikanan dalam periode 1999-2001 tumbuh 2,5% per tahun, sedangkan armada perikanan mulai tumbuh terbatas yaitu di bawah 1% per tahun. Pertumbuhan nelayan lebih tinggi dari armada perikanan dan mendekati pertumbuhan produksi (2,1%).

Jika periode ini dibandingkan periode sebelumnya (1994-1998), produksi perikanan tumbuh lebih rendah (2,5%), demikian juga produktivitas kapal baik secara nomimal maupun laju pertumbuhan. Rata-rata produktivitas perikanan periode 1994-1998 mencapai 8,4 ton/kapal dan 1.7 ton/nelayan turun menjadi 8,3 ton/kapal dan 1,5 ton/nelayan periode tahun 1999-2001. Laju pertumbuhan produktivitas kapal mencapai 3,0% periode 1994-1998, turun menjadi 1,6% periode 1999-2001.

Berdasarkan Nota Keuangan dan APBN tahun 2000-2005, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perikanan meningkat sangat pesat dari Rp 52 miliar pada tahun 2000 menjadi Rp 450 miliar pada tahun 2003. Dibanding tahun sebelumnya, PNBP 2004 turun menjadi Rp 282,8 miliar (di bawah target Rp 450 miliar) dan diperkirakan target PNBP sebesar Rp 700 miliar pada tahun 2005 juga tidak tercapai karena belum optimalnya perjanjian bilateral dengan Cina, Filipina dan, Thailand. Kondisi ini menjadi satu tantangan bagi sektor perikanan dan kelautan untuk menjadi salah satu “the prime mover” atau “mainstream” ekonomi nasional.

D. Jenis-Jenis Perikanan di Indonesia
1. Perikanan Darat
Perikanan darat merupakan usaha pembudidayaan atau penangkapan ikan yang dilakukan di daratan. Pembudidayaan perikanan darat dapat dilakukan di tambak, keramba, kolam, empang, dan lainnya.
Perikanan darat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Perikanan air payau
Perikanan air payau dilakukan di tepi-tepi pantai yang datar dalam bentuk tambak atau empang. Jenis ikan yang diusahakan adalah udang dan bandeng.

2) Perikanan air tawar
Perikanan air tawar meliputi perikanan di sawah, kolam, danau, sungai, dan keramba. Jenis-jenis ikan yang diusahakan adalah ikan mas, nila, lele, gurami.

2. Perikanan Laut
Usaha pembudidayaan atau penangkapan hewan-hewan laut disebut dengan perikanan laut. Penangkapan hewan-hewan laut biasanya dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan pesisir.

Nelayan biasanya menangkap hewan-hewan laut di kawasan laut-laut dangkal atau zona neritik. Secara tradisional, para nelayan biasanya menggunakan perahuperahu kecil.

Penangkapan besar-besaran biasanya menggunakan perahu motor yang besar. Jenis peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan sangat beragam, misalnya pancing, jala, jaring, sero, dan lainnya.

Potensi perikanan laut Indonesia sangat besar, karena hampir 60% wilayah Indonesia merupakan perairan laut. Jenis ikan yang dihasilkan antara lain tongkol, cucut, biawak, dan tuna.

E. Pusat perikanan laut di Indonesia
Pusat perikanan laut di Indonesia adalah:
1) Bagan Siapi-api (Riau) merupakan pelabuhan ikan terbesar di Indonesia.
2) Cilacap dan Tegal (Jawa Tengah)
3) Muncar (Banyuwangi, Jawa Timur)
4) Airtembaga (Sulawesi Utara).





3 comments for "Pengertian Perikanan dan Sejarah Munculnya Perikanan di Indonesia"

  1. terimakasih atas pujian yang agan berikan pada anak tani7, semoga bermanfaat untuk anak tani7.

    ReplyDelete
  2. DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
    dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :) :* :*

    ReplyDelete
  3. DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
    dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
    ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :)

    ReplyDelete

Post a Comment