Mengenal Lebih Dekat Sapi di Indonesia

Mengenal Lebih Dekat Sapi di Indonesia

Mengenal Lebih Dekat Sapi di Indonesia-Pada kesempatan kali ini anak tani akan berbagi mengenai informasi peternakan, mungkin ini adalah perdana bagi kami untuk berbagi informasi mengenai peternakan, dan kali ini kami akan berbagi mengenai informasi Sapi. langsung saja, mari kita simak dibawah ini dengan seksama:

A. Deskripsi Sapi
Sapi merupakan hewan mamalia berkaki empat. Sapi menjadi komoditi utama bahan pangan di Indonesia. Sapi dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal sehingga penjualan sapi semakin meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Sapi dapat dipelihara secara individual di rumah dan berkelompok di peternakan. Sapi juga tidak terlalu susah dipelihara, terbukti dengan banyaknya peternak sapi di Indonesia. Selain itu, sapi dapat dikembangbiakkan dengan cara inseminasi buatan. Sapi sendiri cukup jinak untuk diternakkan. Sapi bisa dimanfaatkan seluruh bagian tubuhnya. 

B. Sejarah Sapi di Indonesia
PADA 1917 pemerintah Hindia Belanda mengimpor sapi Ongole secara besar-besaran dari India. Untuk menghasilkan sapi unggul, pada 1936 pemerintah Hindia Belanda mengharuskan semua sapi jantan Jawa dikebiri, sedangkan sapi betinanya harus dikawinsilangkan dengan sapi Ongole yang telah diimpor. Dari kebijakan ini setidaknya telah banyak diperoleh sapi-sapi unggul hasil persilangan di berbagai daerah.

Upaya mengembangbiakkan sapi juga dilakukan sejak awal dekade 1950-an. Kisahnya dimulai ketika Presiden Sukarno menggarap tahapan pembangunan bernama Rencana Kesejahteraan Istimewa pada 1950. Saat itu ahli ternak asal Denmark Prof. B. Seit tengah memperkenalkan metode inseminasi buatan kepada para dokter hewan di Indonesia. Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan (FKH LPP) Bogor, tempat Seit bekerja, lantas diserahi tugas pemerintah untuk mendirikan stasiun Inseminasi Buatan di beberapa wilayah sentra peternakan sapi susu.

Para dokter hewan yang dilatih Seit lantas berpencar di berbagai daerah di Jawa dan Bali untuk mendirikan stasiun inseminasi buatan. Ada yang berangkat ke Ungaran dan Kedu di Jawa Tengah, Pakong dan Grati di Jawa Timur, Cikole di Jawa Barat, dan Baturati di Bali. Pun FKH LPP Bogor sendiri difungsikan sebagai stasiun untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya. Para dokter hewan itu bertugas melakukan inseminasi.

“Di stasiun-stasiun itu para dokter hewan telah melatih beberapa orang manteri hewan dan penyuluh untuk pekerjaan tangan di dalam pembuahan buatan,” tutur Seit dalam pidato pengukuhan guru besarnya berjudul Pembuahan Buatan dan Kemungkinannya di Indonesia di Universitas Indonesia pada 1957.

Sayangnya program ini tak intensif dilakukan. Pelayanan inseminasi buatan sifatnya hilang timbul. Akibatnya masyarakat tak cukup menaruh kepercayaan. Program Rencana Kesejahteraan Istimewa juga hanya bertahan dua tahun. Namun demikian balai-balai inseminasi buatan yang didirikan telah berjasa membantu mengembangbiakkan sapi, meskipun baru sebatas sapi penghasil susu.

Pemerintah Orde Baru menganggap program inseminasi buatan sebagai langkah strategis untuk mendongkrak perkembangbiakan sapi peternakan rakyat. Keberhasilan ekspor telah memicu pemerintah untuk menyediakan lebih banyak sapi yang siap dipasok ke luar negeri. Maka pemerintah mencoba untuk menggalakkan inseminasi buatan di berbagai daerah.

Evaluasi pelaksanaan inseminasi buatan dilakukan pada 1970. Pemerintah menyimpulkan, semen (sperma) cair perlu diganti dengan semen beku yang lebih awet dipakai dan dibawa ke berbagai lokasi inseminasi. Bak gayung bersambut, pemerintah Selandia Baru, pada 1973, berbaik hati memberikan sumbangan semen beku secara cuma-cuma kepada pemerintah Indonesia.

Tak bisa dipungkiri, inseminasi buatan telah berhasil mendongkrak perkembangbiakan sapi dalam negeri sejak dekade 1960. Menurut catatan Badan Pusat Statistik, ekspor sapi potong pada tahun 1968 sebanyak 34.541 ekor. Jumlah ini naik menjadi 72.490 ekor pada tahun 1970.

Untuk menyebarluaskan sapi-sapi jenis unggul dan sapi-sapi hasil persilangan, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Di dalamnya termaktub upaya pemerintah untuk menyebarkan ternak secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Istilahnya “pewilayahan ternak”.

Usaha mengimpor sapi unggulan kembali dilakukan ketika Presiden Soeharto dengan mendatangkan sapi-sapi unggul dari luar negeri, terutama dari Australia. Di Tapos, sapi-sapi itu hendak dikawinkan dengan sapi-sapi lokal Indonesia sehingga didapat bibit berjenis sapi unggul.

“Maka saya datangkan sapi-sapi unggul dari luar negeri untuk dikembangkan dan disilangkan dengan sapi-sapi yang ada di Indonesia seperti: Persilangan antara sapi Brahman Australia dengan jenis Anggus, hasil silangannya diberi nama ‘Brangus’. Sapi Santra Gertrudis disilangkan dengan sapi Madura, menghasilkan jenis sapi ‘Matralis’. Begitu juga dengan kambing Suffolk Australia disilangkan dengan Gibas menghasilkan ‘Safbas’ dan kambing Dorset Merino Australia disilangkan dengan Gibas menjadi ‘Dorbas’,” tuturnya dalam biografinya, Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Tahun 1978 adalah tahun terakhir Indonesia mampu mengekspor sapi potong. Jumlahnya hanya 400 ekor saja. Sejak saat itu peternakan rakyat lebih banyak memasok kebutuhan daging dalam negeri saja. Bahkan keran impor daging dari Australia mulai dibuka.

Tapos tampaknya menginspirasi pengusaha ternak untuk melakukan impor bibit. Tercatat mulai tahun 1990, Indonesia mulai melakukan impor sapi bakalan. Menurut ahli peternakan dari Universitas Padjajaran, Sri Rahayu, impor sapi bakalan mulai dilakukan sejak tahun 1990 sejumlah 8.061 ekor. Dua belas tahun kemudian angka ini melonjak drastis hingga 429.615.

Karena terseret krisis ekonomi, pemerintah pernah mengurangi impor sapi bakalan pada periode 1997 – 2001. Hasilnya, sapi-sapi lokal terkuras oleh permintaan sehingga dalam waktu yang pendek, populasi sapi menurun drastis. Seperti tak punya pilihan lain, pada 2002 Indonesia kembali meningkatkan impor sapi bakalan guna memenuhi kebutuhan konsumsi daging sapi.

Indonesia sangat bergantung dengan impor daging asal Australia. Australia merupakan sumber dari 90,06 persen impor sapi hidup dan 46,70 persen impor daging sapi dan jeroan. Selandia Baru merupakan sumber impor 32,52 persen daging sapi dan jeroan. Negara-negara lain yang termasuk eksportir daging sapi ke Indonesia, dengan jumlah yang lebih kecil, adalah Amerika Serikat dan Kanada.

C. Ciri-Ciri Sapi
1. Memiliki sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang.
2. Memiliki sepasang tanduk yang runcing.
3. Memiliki kelenjar susu.
4. Memiliki bulu yang berwarna coklat keemasan (tergantung jenis sapi)
5. Memiliki ekor yang panjang dengan ujung yang tebal akan bulu.
6. Memiliki sepasang mata.
7. Tergolong hewan herbivora (pemakan tumbuhan)
8. Memamah biak.
9. Memiliki suara yang khas.
10. Ujung kaki yang tajam ketika menginjak tanah.

D. Fungsi Sapi
Sapi dapat dimanfaatkan semua bagian tubuhnya. Dari daging, jeroan, dan tulang rawan serta susu yang dihasilkan dari peternakan sapi perah. Sapi juga bisa dimanfaatkan tenaganya untuk menarik pedati, membantu membajak sawah, dan lainnya. Daging sapi mengandung protein hewani yang tinggi dan vitamin. Konsumsi daging sapi dibutuhkan untuk menambah asupan protein dalam tubuh. Sedangkan susu sapi mengandung kalsium dan vitamin D yang tinggi sehingga berfungsi tinggi untuk memperkuat gigi dan tulang. Selain daging dan susu, sapi biasanya dimanfaatkan tulang rawan atau jeroannya untuk masakan. Contoh masakan menggunakan jeroan dan tulang rawan sapi adalah bakso, gulai tunjang Padang, rujak cingur (hidung sapi), dan sebagainya. Tanduk sapi juga bisa digunakan untuk hiasan.

E. Jenis-Jenis Sapi
1. Sapi LIMOUSIN (Diamond Limousine)
2. Sapi PO (Peranakan Ongole)
3. Sapi BALI
4. Sapi BRAHMAN
5. Sapi BX (Brahman cross)
6. Sapi SIMMENTAL (METAL)
7. Sapi MADURA
8. Sapi BRANGUSÂ
9. Sapi ABERDEEN ANGUS 
10. Sapi ANGUS 
11. Sapi SANTA GERTRUDIS 
12. Sapi DROUGHMASTER 
13. Sapi SHORTHORN 
14. Sapi BEEFMASTER 
15. Sapi RED ANGUS 
16. Sapi CHAROLAIS 
17. Sapi FH (Friesian Holstein/Fries Holland) 

F. Cara Mengolah Sapi
Sapi sebagai salah satu bahan pangan dapat disimpan dalam kulkas dan beku serta tahan hingga satu bulan. Untuk cara pengolahan, umumnya daging, jeroan, dan tulang rawan sapi direbus hingga empuk. Setelah itu, baru diolah dengan cara lain misalnya dipanggang, digoreng, atau dibuat masakan berkuah. Sedangkan susu sapi umumnya direbus dan dipasteurisasi atua dengan kata lain disterilkan sebelum siap konsumsi untuk menghilangkan bakteri yang masuk melalui proses pemerahan. Susu sapi juga bisa dibuat bubuk atau kristal dengan memasak hingga kering dan diberi perasa sesuai selera. 

Post a Comment for "Mengenal Lebih Dekat Sapi di Indonesia"